TELEVISI OH………TELEVISI

Ditulis oleh Delta Rahwanda
Staff Pengajar di UPT Balai Bahasa Universitas Malahayati


(Diperbolehkan mengopi isi artikel ini dengan syarat menuliskan nama penulis pada bagian artikel yang diambil)
“Selamat pagi anak-anak, hari ini kita akan belajar mengenai Present Tense!” seorang guru membuka kelas dengan menyapa murid-muridnya. “Kita? Elo aja kali sendiri!” Ucap Nia pelan kepada gurunya yang kebetulan adalah seorang mahasiswa yang sedang melakukan praktek mengajar (PPL). Spontan saja teman-teman Nia tertawa setelah mendengarnya.
“Cipika-cipiki, ya iyalah masa ya iya dong, katro, kasian deh lo!” Kalimat-kalimat tersebut sudah tidak asing lagi bagi para remaja kita saat ini. Kalimat yang mereka dapatkan dari televisi ini seolah menjadi bahasa Trendy bagi mereka. Tidak dianggap gaul jika mereka tidak familiar dengan kalimat-kalimat tersebut.
Sebuah media televisi yang seharusnya menjadi media pembelajaran yang begitu efektif sepertinya kini telah banyak berubah haluan. Sebuah media yang seyogyanya menjadi begitu berguna dalam penyampaian informasi kini lebih bayak menyajikan hiburan-hiburan. Slogan-slogan yang muncul dengan misi mencerdaskan kehidupan bangsa kini hanya tinggal menjadi slogan yang usang.
Di dalam sebuah negara berkembang seperti Indonesia, mayoritas masyarakatnya telah menjangkau media televisi karena televisi bukan lagi sebuah barang yang lux dan mahal. Ini berarti hampir seluruh masyarakat mengkonsumsi apa yang televisi hadirkan untuk mereka. Apapun bentuk yang dihadirkan, masyarakat akan menikmatinya tanpa memikirkan dampak buruk yang akan berakibat pada anak-anak mereka. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa banyak masyarakat kita yang belum mengerti akan bahaya dari kotak ajaib ini. Televisi akan menjadi media yang berbahaya jika kita tidak memilah-milah acara yang disajikan. Dampak tersebut akan mengimbas kepada anak-anak dan remaja kita. Seperti sebuah cerita pembuka di atas. Tanpa kita sadari, televisi di samping menjadi sebuah media yang begitu berguna namun dia juga menjadi sebuah musuh yang berbahaya.
Sebuah program/ acara yang digandrungi masyarakat adalah sebuah keuntungan bisnis yang luar biasa, bahkan akan di tayangkan setiap hari karena mumpung sedang diminati masyarakat. Sedangkan moralitas suatu acara dihiraukan begitu saja tanpa memikirkan dampak yang kurang baik terhadap audiensinya yaitu masyarakat itu sendiri khususnya remaja dan anak-anak. Seorang yang telah dewasa saja belum tentu memahami mana sebuah acara yang baik untuk di tonton atau lihat, apalagi para remaja dan anak-anak. Remaja dan anak-anak kita akan menyerap dan meniru dari apa yang telah mereka lihat. Kita semua tahu bahwa salah satu sifat dasar seorang anak adalah mengimitasi apa yang dia lihat. Sebuah contoh yang terjadi saat ini, ketika kita bertanya kepada anak kita siapakah tokoh favorit mereka? Dia akan menjawab Power Ranger, Ultra Man dll. Acara anak-anak seperti di atas adalah sebuah program anak yang penuh dengan tindakan kekerasan. Seorang pahlawan yang mereka idolakan akan menumpas musuhnya dengan menggunakan kekerasan juga. Sedang pola pikir anak adalah sederhana dan mudah meniru.
Masih ingat dengan kasus Smack Down, WWF atau WCW. Banyak sekali korban yang berjatuhan bukan? Dan semua korban adalah anak-anak. Mereka mempraktikkan apa yang telah mereka lihat di televisi. Padahal apa yang mereka lihat hanyalah sebuah acting dan mereka berlatih terlebih dahulu sebelum benar-benar berakting di atas ring.
Konten atau isi dari televisi kita saat ini kebanyakan berisi tentang kriminalitas, seks, hayalan, perselingkuhan, penampilan laki-laki bergaya banci yang semakin popular dan lain-lain. Kita lihat saja kini semakin banyak bermunculan sinetron-sinetron yang bercerita tentang kehidupan hedonisme dan konsumtif. Dalam beberapa sinetron langsung dimunculkan tokoh tampan dan cantik dan berasal dari keluarga yang kaya raya. Perlahan-lahan, akan tertanam sebuah konsep difikiran remaja dan anak-anak kita bahwa begitulah sebuah kehidupan. Dengan berwajah tampan dan kaya raya. Sedangkan audience (remaja dan anak-anak) tidak diberi pengertian akan arti penting sebuah usaha dan kerja keras dalam mencapai sebuah kesuksesan hidup. Mereka selalu dihadapkan pada sebuah kehidupan kaya raya tanpa mengetahui bagaimana/ proses menjadi kaya.
Remaja dan anak-anak yang terbiasa mengkonsumsi acara televisi secara terus-menerus dan tanpa diawasi juga akan berpengaruh kepada gaya berpakaian, gaya rambut dan cara bergaul mereka. Akan muncul sebuah gengsi terhadap selera berpakaian mereka. Mereka akan mengikuti trend berpakaian dari apa yang mereka lihat. Belum lagi gengsi dalam memilih selera makan. Mereka akan cenderung memilih makanan-makanan yang iklannya selalu ditayangkan di televisi. Jika tidak makan makanan yang kebarat-baratan dianggap tidak keren/ gaul. Beberapa gengsi tersebut akan muncul secara tidak sadar dalam pergaulan remaja kita.
Sebuah acara yang sangat digandrungi masyarakat kita adalah Infotainment. Biasanya berisi tentang gaya hidup dan tingkah laku seorang selebritis baik itu berupa perceraian, perselingkuhan, pacaran dan masih banyak lagi. Perceraian, perselingkuhan, pacaran adalah beberapa contoh kecil dari infotainment yang selalu ditonton oleh remaja dan anak-anak. Mari kira ulas sedikit agar para orang tua mulai memahami pentingya pengawasan kepada anak-anak mereka. Salah satu dampaknya, remaja akan semakin besar memiliki rasa curiosity (keingintahuan) terhadap seks dan hal yang berbau urusan dewasa. Kemudian, konten tersebut pada dasarnya bukan untuk para remaja dan anak-anak namun tetap saja mereka dengan polos melihatnya. Namanya juga anak-anak. Terakhir, yang sangat dikhawatirkan, anak-anak dan remaja kita menjadi terlalu cepat matang dalam hal sexualitas. Mereka akan meniru para artis-artis idola mereka yang sebenarnya masih di bawah umur mulai berpacaran dan berpelukan di depan kamera tanpa canggung lagi. Infotaintment, kadangkala sedikit berbohong, melebih-lebihkan berita/gossip guna meningkatkan rating acara mereka.
Akhir-akhir ini banyak sekali acara di televisi yang menggunakan media anak-anak atau remaja guna menjadi pengisi acara. Dengan diiming-imingi ketenaran yang bisa didapat dengan kilat dan juga pendapatan yang luar biasa, para orang tua pun ikut mensupport bahkan menjadi bagian acara tersebut. Di samping penilaian dalam hal suara, mereka juga dinilai dalam hal berpakaian. Para juri juga menilai cara berpakain peserta tanpa menilai umur peserta. Pakaian yang kurang seksi, atau kurang vulgar menjadi point penting dalam sesi penilaian padahal mereka masih sangat hijau. Sayangnya orang tua merekapun mengamini apa yang dikatakan juri.
Saat ini lebih dari 10 channel televisi yang ada di Indonesia belum lagi ditambah kehadiran channel televisi lokal yang meyebar bak jamur. Maka dari itu, kewaspadaan kita terhadap siaran televisi harus selalu kita tingkatkan. Bukan melarang remaja kita untuk menonton televisi namun mendampingi dan memberi pengarahan program apa yang sebaiknya dilihat. Karena remaja adalah bagian dari masyarakat kita dan merekalah yang akan menjadi tonggak dasar dari negara ini kelak.

Comments