MIS Al Hikmah, Datar Lebuay, Air Naningan, Tanggamus


Oleh Delta Rahwanda

Siswa-siswi MIS Al Hikmah

Beberapa bulan yang lalu saya pernah hendak mengunjungi sekolah ini namun saya “lupa” membawa nyali kala itu barangkali karena kondisi jalan melebihi batas keberanian saya. Akhirnya saya putuskan putar arah.

Sejak 3 hari sebelum rencana kedua, saya telah membulatkan tekad untuk kesana meski dengan kodisi jalan terburuk. Pukul 06.00 saya berangkat bersama sebuah komunitas sosial menuju MIS Al Hikmah, di kecamatan Air Naningan. Perjalanan lancar didukung cuaca yang cerah membuat hati sangat yakin jalan tanah menuju ke sana juga kering. Beberapa kali kami berhenti untuk membeli bensin dan makanan ringan hingga akhirnya sampai juga di ujung aspal desa. Betapa terkejutnya saya dan kawan-kawan karena jalan tanah yang ada di depan kami ternyata sangat “menakutkan”. Hampir semua motor yang melintas menggunakan rantai pada rodanya dan 3 kali saya melihat pengendara motor terpeleset meski telah menggunakan rantai. “Semalam hujan deras” kata salah satu warga yang melintas. Hampir saja kami memutuskan untuk jalan kaki namun dengan memakan waktu 3 jam yang seharusnya hanya 45 menit mengggunakan motor. “Dinikmati saja” ujar saya dalam hati sembari menghibur diri. Mengurangi udara pada ban depan dan belakang kami lakukan atas saran dari warga.

Jembatan Kuning

Perlahan-lahan sambil deg-degan kami melaju motor. Beberapa kali saya memfoto motor melintas yang penuh tanah. Dua kilometer terlewati kemudian kami harus melewati sebuah jembatan gantung sepanjang 100 meter. Sejenak beristirahat sambil menunggu yang lain di ujung jembatan. Tepat pukul 10.00 kami sampai di sekolah yang kami tuju yaitu MIS Al Hikmah, Datar Lebuay, Air Naningan, Tanggamus. Motor penuh dengan tanah, celana telah berubah warna dan sepatu hampir tak terlihat lagi seperti sepatu.



MI Al Hikmah ini terletak di sebuah tanah wakaf di atas bukit kecil sejak tahun 1995 namun sudah berdiri sejak tahun 1980. “Kita sudah pindah 3 kali” kata salah satu guru. Terdapat dua bangunan utama untuk kelas yang terbuat dari papan dan sebuah bangunan kecil untuk ruang guru. Sekolah ini adalah satu-satunya MI di desa Datar Lebuay. Tenaga pendidik berjumlah 9 orang yang semuanya hanya lulusan sederajat SMA dan masih berstatus honor. Dipimpin oleh seorang kepala sekolah bernama Bapak Khuwailid yang tampaknya paling muda diantara bapak guru lainnya. “Siswa di sini jumlahnya 53 orang” kata kepala sekolah kepada saya. Sekolah ini dikelilingi oleh kebun kopi milik warga sekitar dan tidak memiliki kamar mandi. Jadi jika siswa hendak buang air kecil atau BAB harus berjalan kaki terlebih dahulu selama 15 menit menuju surau terdekat. Ada sebuah kebiasaan unik di sekolah ini yaitu ketika ada pesawat terbang melintas maka semua siswa akan keluar dan bersorak sorai kegirangan. “Pasti pada lari keluar semua” kata pak Khuwailid.

Pak Khuwailid

Sedikit penjelasan di atas barangkali cukup untuk menggambarkan seberapa pelosok dan memprihatinkan sekolah ini. Sengaja saya menulis mengenai MIS Al Hikmah tak lain adalah untuk mengenalkan sekolah ini kepada khalayak yang lebih luas dan barangkali ada donatur atau komunitas yang hendak membantu mereka. Di tengah keterbatasan ilmu, para guru tidak pernah berkecil hati membimbing para siswa-siswi di sana. Mereka selalu bersemangat meski seringkali tidak bergaji. Kesederhanaan adalah kesan pertama yang saya bingkai dari mereka.

Harapan:

1.    Pihak sekolah mengharapkan dapat merelokasi sekolah ke tempat yang lebih datar yaitu dekat dengan pedesaan. Harga tanah pekarangan di sana sekitar 25 juta. Ada sebuah sawah yang hendak dijual seluas 1 hektar dengan harga 150 juta.
2.     Saat ini sekolah sedang mengumpulkan dana sebesar 7 juta rupiah untuk mengurus berkas-berkas yang diminta dari pusat.
3.      Mengharapkan dibangunnya kamar mandi di dekat banguan sekolah.







Comments